Jika politik itu kotor, puisi akan membersihkannya
Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya
- John F Kennedy
Tulisan ini diambil dari buku Max Havelaar karya Multatuli. Ku kutip
tulisan ini untuk dia yang “terpilih”. Jikalau kau merasa tulisan ini tak ada
sangkut pautnya dengan dia yang “terpilih”, maka kau perlu membacanya lagi dan
lagi. Terkadang kau dapat menemukan suatu kesamaan cerita, namun dengan latar
belakang dan aktor yang berbeda. Beberapa kata atau kalimat yang ditebalkan
adalah improvisasiku, bukan format asli penulis. Semoga berkesan.
Hanya sedikit pembaca Eropa yang bisa
membayangkan dengan tepat betapa tinggi seorang gubernur jenderal harus berdiri
sebagai seorang individu, agar dia tidak berada di bawah kewibawaan jabatannya.
Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika aku mengatakan bahwa hanya ada
sedikit sekali, mungkin bahkan tidak ada, orang yang bisa memenuhi tuntutan
seberat itu. Terlepas dari kualitas isi kepala dan hati yang diperlukan,
lihat sajalah tingginya jabatan tempat orang itu mendadak ditempatkan. Orang
yang kemarin hanya warga negara biasa, tapi kini memiliki kekuasaan terhadap
lebih dari berjuta-juta rakyat; orang yang beberapa saat sebelumnya masih
tersembunyi diantara kenalan-kenalannya tanpa memiliki jabatan atau kekuasaan
yang lebih tinggi daripada mereka, secara mendadak diangkat ke atas
kerumunan orang yang jauh lebih besar jumlahnya daripada lingkungan kecil
tempatnya berada tanpa begitu dikenal. Lagi pula, kurasa tidaklah keliru jika
aku menyebut ketinggian jabatannya menggetarkan. Sesungguhnya ini mengingatkan
kita pada ketakutan seseorang yang mendadak melihat jurang dihadapannya, atau
mengingatkan kita pada kebutaan yang menyerang ketika secara mendadak kita
keluar dari kegelapan total dan memasuki cahaya terang. Menghadapi transisi
semacam itu, saraf penglihatan dan otak tidak akan menang walaupun keduanya
memiliki kekuatan yang luar biasa.
Jika pengangkatan menjadi gubernur jenderal
saja bisa menyebabkan kerusakan moral, dan akan mempengaruhi orang
yang kecerdasan dan nuraninya luar biasa mengagumkan, apa yang bisa
diharapkan dari orang yang sebelum diangkat pun sudah punya banyak kesalahan? Lagi
pula, jika kita mengira raja selalu mendapat banyak informasi sebelum
menorehkan tanda tangan mulianya di bawah dokumen, yang menyatakan keyakinannya
mengenai “kesetiaan, semangat, dan kemampuan” gubernur yang baru saja dilantik,
bahkan kita mengira bahwa wakil raja yang baru itu memang bersemangat, setia, dan mampu, maka masih tersisa pertanyaan
apakah semangat dan kemampuan orang yang terpilih sebagai gubernur berada dalam
tingkatan yang cukup tinggi sehingga
bisa memenuhi tugasnya.
Karena pertanyaannya bukanlah apakah orang
itu – yang untuk pertama kalinya meninggalkan kabinet raja di Den Haag sebagai
gubernur jenderal – memiliki kemampuan yang diperlukan untuk kedudukan
barunya. Ini mustahil. Pernyataan mengenai keyakinan terhadap kemampuannya
hanya bisa diartikan sebagai keyakinan bahwa dia, dalam situasi yang sangat
berbeda, pada saat tertentu, akan mengetahui seakan berdasarkan intuisi, apa
yang tidak bisa dipejarinya di Den Haag. Dengan kata lain, dia genius, seorang
genius yang mendadak harus tahu dan memahami apa yang sebelumnya tidak
diketahui atau dipahaminya. Kegeniusan semacam itu sangatlah langka, bahkan
di kalangan orang-orang yang dekat dengan raja sekalipun.