Friday, October 24, 2014

PREAMBULE

Jika politik itu kotor, puisi akan membersihkannya
Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya
- John F Kennedy

Tulisan ini diambil dari buku Max Havelaar karya Multatuli. Ku kutip tulisan ini untuk dia yang “terpilih”. Jikalau kau merasa tulisan ini tak ada sangkut pautnya dengan dia yang “terpilih”, maka kau perlu membacanya lagi dan lagi. Terkadang kau dapat menemukan suatu kesamaan cerita, namun dengan latar belakang dan aktor yang berbeda. Beberapa kata atau kalimat yang ditebalkan adalah improvisasiku, bukan format asli penulis. Semoga berkesan.

Hanya sedikit pembaca Eropa yang bisa membayangkan dengan tepat betapa tinggi seorang gubernur jenderal harus berdiri sebagai seorang individu, agar dia tidak berada di bawah kewibawaan jabatannya. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika aku mengatakan bahwa hanya ada sedikit sekali, mungkin bahkan tidak ada, orang yang bisa memenuhi tuntutan seberat itu. Terlepas dari kualitas isi kepala dan hati yang diperlukan, lihat sajalah tingginya jabatan tempat orang itu mendadak ditempatkan. Orang yang kemarin hanya warga negara biasa, tapi kini memiliki kekuasaan terhadap lebih dari berjuta-juta rakyat; orang yang beberapa saat sebelumnya masih tersembunyi diantara kenalan-kenalannya tanpa memiliki jabatan atau kekuasaan yang lebih tinggi daripada mereka, secara mendadak diangkat ke atas kerumunan orang yang jauh lebih besar jumlahnya daripada lingkungan kecil tempatnya berada tanpa begitu dikenal. Lagi pula, kurasa tidaklah keliru jika aku menyebut ketinggian jabatannya menggetarkan. Sesungguhnya ini mengingatkan kita pada ketakutan seseorang yang mendadak melihat jurang dihadapannya, atau mengingatkan kita pada kebutaan yang menyerang ketika secara mendadak kita keluar dari kegelapan total dan memasuki cahaya terang. Menghadapi transisi semacam itu, saraf penglihatan dan otak tidak akan menang walaupun keduanya memiliki kekuatan yang luar biasa.

Jika pengangkatan menjadi gubernur jenderal saja bisa menyebabkan kerusakan moral, dan akan mempengaruhi orang yang kecerdasan dan nuraninya luar biasa mengagumkan, apa yang bisa diharapkan dari orang yang sebelum diangkat pun sudah punya banyak kesalahan? Lagi pula, jika kita mengira raja selalu mendapat banyak informasi sebelum menorehkan tanda tangan mulianya di bawah dokumen, yang menyatakan keyakinannya mengenai “kesetiaan, semangat, dan kemampuan” gubernur yang baru saja dilantik, bahkan kita mengira bahwa wakil raja yang baru itu memang bersemangat, setia, dan mampu, maka masih tersisa pertanyaan apakah semangat dan kemampuan orang yang terpilih sebagai gubernur berada dalam tingkatan yang cukup tinggi sehingga bisa memenuhi tugasnya.


Karena pertanyaannya bukanlah apakah orang itu – yang untuk pertama kalinya meninggalkan kabinet raja di Den Haag sebagai gubernur jenderal – memiliki kemampuan yang diperlukan untuk kedudukan barunya. Ini mustahil. Pernyataan mengenai keyakinan terhadap kemampuannya hanya bisa diartikan sebagai keyakinan bahwa dia, dalam situasi yang sangat berbeda, pada saat tertentu, akan mengetahui seakan berdasarkan intuisi, apa yang tidak bisa dipejarinya di Den Haag. Dengan kata lain, dia genius, seorang genius yang mendadak harus tahu dan memahami apa yang sebelumnya tidak diketahui atau dipahaminya. Kegeniusan semacam itu sangatlah langka, bahkan di kalangan orang-orang yang dekat dengan raja sekalipun.

Tuesday, October 21, 2014

Baby sitter atau Babu sitter

Pernikahan artis muda dengan mewah membuat siapa pun ingin menghadirinya. Lebih dari 6000 undangan disebar dan tidak sedikit dari kalangan artis yang hadir. Masyarakat manapun pasti ingin sekali berada di ballroom Hotel Ritz Carlton. Orang-orang biasa akan senang sekali berada disana karena ada artis pujaannya, kaum  elit akan bangga datang ke acara mewah tersebut mengingat banyak merk mahal berkeliaran. Aku sendiri ingin sekali tahu kemegahan acara pernikahan idaman tersebut, tapi apalah daya, sebagai seorang mahasiswa di perantauan, aku hanya melihat cuplikannya saat makan siang di warung makan, itu pun dengan kondisi semut yang menutupi seluruh wajah tivi. Tapi tak apa, banyak berita online yang membahas acara tersebut. Satu per satu ku buka link berita online dan membaca yang menarik perhatianku. Termasuk isu pelarangan penayangan ulang acara yang disiarkan langsung di Trans TV tersebut, karena dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat. Tunggu dulu,,,, bagiku yang rakyat biasa, yang hidup di lingkungan budaya betawi, tayangan tersebut cukup menarik terutama pada bagian ritual siraman. Yaa,, walaupun membosankan. Tapi setidaknya aku sedikit banyak mengetahui salah satu budaya Jawa yang merupakan bagian dari budaya Indonesia yang tidak dapat ku temui di sekitar rumahku. Terus manfaat acara resepsinya apa?? Yahh anggap saja itu sebagai ajaran moral. Kita jadi tahu artis mana yang berpakaian “tak bermoral”, hanya ingin dilihat waw, atau yang benar-benar hidup sederhana. Manfaat macam apa itu??!! Kalau memang tidak suka, ganti saja channelnya atau matikan saja tivinya. Kalau acara lain lebih menarik,, yaa pencet saja remotnya. Toh, tidak ada paksaan menonton acara tersebut. Tapi sadarkah kau, berapa banyak uang yang berputar dari acara tersebut?? Berapa banyak pekerja yang mendapat bonus tambahan dan senyuman bahagia hanya dengan melihatnya. Bagiku, itu sudah cukup. Aku yakin, setiap pekerja disana mulai dari tukang pel, tukang cuci piring, tukang dekor, koki, EO, sampai designer akan merasa bangga pernah bekerja untuk event tersebut. Yang membuatku miris, justru melihat foto diatas. Jangan terpaku karena wajah cantik yang mendominasi foto, tapi lihatlah ke backgroundnya. Hah?? Baby sitter siapa itu? Aku tidak tahu apakah foto itu diambil pada acara pernikahan tersebut atau di acara lain, yang pasti aku mendapatkannya dari berita online yang kubaca. Kalau benar foto itu diambil saat acara pernikahan nan mewah itu, betapa miris ku melihatnya. Tidakkah kau berfikir demikian?? Saat semua orang berlomba-lomba memakai gaun mahal dengan make up tebal, dia pasrah saja memakai baju dinasnya dengan sendal butut tanpa make up. Kalo baby sitter itu punya si artis, tidakkah dia malu membawa baby sitter seperti itu ke acara mewah?? Tidak, maksudku disini bukan tampilan baby sitter tersebut yang memalukan, tapi lebih bagaimana si nyonya bertanggungjawab atas dirinya. Kenapa kau, nyonya, hanya peduli pada penampilanmu saja? Tidakkah orang-orang disampingmu akan mengatakan, “ya Tuhan untuk siapa dia bekerja?? Kenapa dia membawa orang berpenampilan seperti itu ke acara semewah ini. Ohh lihat itu pengasuh anaknya! Yaa ampunn bagaimana mungkin dia mempercayakan anaknya diasuh oleh orang seperti itu”. Sekali lagi, kutekankan ini bukan salah si baby sitter. Dia hanya menjalankan tugasnya. Tapi nyonya egois yang tak peduli dengan penampilannya tak pernah mendadaninya. Baby sitter hanya tahu pekerjaannya menjaga sang anak tanpa peduli kemana dia dibawa. Tidakkah sang nyonya merasa risih dan memberinya bedak sehingga dia tidak terlihat kusam. Tidakkah si nyonya memiliki uang untuk memberikannya sepatu, hingga kuku jari-jarinya yang kotor tidak terlihat. Bukankah dia sudah menjadi keluarganya karena telah menjaga anaknya dan tinggal di rumahnya??