Tuesday, October 21, 2014

Baby sitter atau Babu sitter

Pernikahan artis muda dengan mewah membuat siapa pun ingin menghadirinya. Lebih dari 6000 undangan disebar dan tidak sedikit dari kalangan artis yang hadir. Masyarakat manapun pasti ingin sekali berada di ballroom Hotel Ritz Carlton. Orang-orang biasa akan senang sekali berada disana karena ada artis pujaannya, kaum  elit akan bangga datang ke acara mewah tersebut mengingat banyak merk mahal berkeliaran. Aku sendiri ingin sekali tahu kemegahan acara pernikahan idaman tersebut, tapi apalah daya, sebagai seorang mahasiswa di perantauan, aku hanya melihat cuplikannya saat makan siang di warung makan, itu pun dengan kondisi semut yang menutupi seluruh wajah tivi. Tapi tak apa, banyak berita online yang membahas acara tersebut. Satu per satu ku buka link berita online dan membaca yang menarik perhatianku. Termasuk isu pelarangan penayangan ulang acara yang disiarkan langsung di Trans TV tersebut, karena dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat. Tunggu dulu,,,, bagiku yang rakyat biasa, yang hidup di lingkungan budaya betawi, tayangan tersebut cukup menarik terutama pada bagian ritual siraman. Yaa,, walaupun membosankan. Tapi setidaknya aku sedikit banyak mengetahui salah satu budaya Jawa yang merupakan bagian dari budaya Indonesia yang tidak dapat ku temui di sekitar rumahku. Terus manfaat acara resepsinya apa?? Yahh anggap saja itu sebagai ajaran moral. Kita jadi tahu artis mana yang berpakaian “tak bermoral”, hanya ingin dilihat waw, atau yang benar-benar hidup sederhana. Manfaat macam apa itu??!! Kalau memang tidak suka, ganti saja channelnya atau matikan saja tivinya. Kalau acara lain lebih menarik,, yaa pencet saja remotnya. Toh, tidak ada paksaan menonton acara tersebut. Tapi sadarkah kau, berapa banyak uang yang berputar dari acara tersebut?? Berapa banyak pekerja yang mendapat bonus tambahan dan senyuman bahagia hanya dengan melihatnya. Bagiku, itu sudah cukup. Aku yakin, setiap pekerja disana mulai dari tukang pel, tukang cuci piring, tukang dekor, koki, EO, sampai designer akan merasa bangga pernah bekerja untuk event tersebut. Yang membuatku miris, justru melihat foto diatas. Jangan terpaku karena wajah cantik yang mendominasi foto, tapi lihatlah ke backgroundnya. Hah?? Baby sitter siapa itu? Aku tidak tahu apakah foto itu diambil pada acara pernikahan tersebut atau di acara lain, yang pasti aku mendapatkannya dari berita online yang kubaca. Kalau benar foto itu diambil saat acara pernikahan nan mewah itu, betapa miris ku melihatnya. Tidakkah kau berfikir demikian?? Saat semua orang berlomba-lomba memakai gaun mahal dengan make up tebal, dia pasrah saja memakai baju dinasnya dengan sendal butut tanpa make up. Kalo baby sitter itu punya si artis, tidakkah dia malu membawa baby sitter seperti itu ke acara mewah?? Tidak, maksudku disini bukan tampilan baby sitter tersebut yang memalukan, tapi lebih bagaimana si nyonya bertanggungjawab atas dirinya. Kenapa kau, nyonya, hanya peduli pada penampilanmu saja? Tidakkah orang-orang disampingmu akan mengatakan, “ya Tuhan untuk siapa dia bekerja?? Kenapa dia membawa orang berpenampilan seperti itu ke acara semewah ini. Ohh lihat itu pengasuh anaknya! Yaa ampunn bagaimana mungkin dia mempercayakan anaknya diasuh oleh orang seperti itu”. Sekali lagi, kutekankan ini bukan salah si baby sitter. Dia hanya menjalankan tugasnya. Tapi nyonya egois yang tak peduli dengan penampilannya tak pernah mendadaninya. Baby sitter hanya tahu pekerjaannya menjaga sang anak tanpa peduli kemana dia dibawa. Tidakkah sang nyonya merasa risih dan memberinya bedak sehingga dia tidak terlihat kusam. Tidakkah si nyonya memiliki uang untuk memberikannya sepatu, hingga kuku jari-jarinya yang kotor tidak terlihat. Bukankah dia sudah menjadi keluarganya karena telah menjaga anaknya dan tinggal di rumahnya??

No comments:

Post a Comment