Pernikahan artis muda dengan mewah membuat siapa pun ingin menghadirinya.
Lebih dari 6000 undangan disebar dan tidak sedikit dari kalangan artis yang
hadir. Masyarakat manapun pasti ingin sekali berada di ballroom Hotel Ritz Carlton. Orang-orang biasa akan senang sekali
berada disana karena ada artis pujaannya, kaum elit akan bangga datang ke acara mewah
tersebut mengingat banyak merk mahal berkeliaran. Aku sendiri ingin sekali tahu
kemegahan acara pernikahan idaman tersebut, tapi apalah daya, sebagai seorang
mahasiswa di perantauan, aku hanya melihat cuplikannya saat makan siang di
warung makan, itu pun dengan kondisi semut yang menutupi seluruh wajah tivi. Tapi
tak apa, banyak berita online yang membahas acara tersebut. Satu per satu ku
buka link berita online dan membaca yang menarik perhatianku. Termasuk isu
pelarangan penayangan ulang acara yang disiarkan langsung di Trans TV tersebut,
karena dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat. Tunggu dulu,,,, bagiku
yang rakyat biasa, yang hidup di lingkungan budaya betawi, tayangan tersebut
cukup menarik terutama pada bagian ritual siraman. Yaa,, walaupun membosankan. Tapi
setidaknya aku sedikit banyak mengetahui salah satu budaya Jawa yang merupakan
bagian dari budaya Indonesia yang tidak dapat ku temui di sekitar rumahku. Terus
manfaat acara resepsinya apa?? Yahh anggap saja itu sebagai ajaran moral. Kita jadi
tahu artis mana yang berpakaian “tak bermoral”, hanya ingin dilihat waw, atau
yang benar-benar hidup sederhana. Manfaat macam apa itu??!! Kalau memang tidak
suka, ganti saja channelnya atau
matikan saja tivinya. Kalau acara lain lebih menarik,, yaa pencet saja
remotnya. Toh, tidak ada paksaan menonton acara tersebut. Tapi sadarkah kau,
berapa banyak uang yang berputar dari acara tersebut?? Berapa banyak pekerja
yang mendapat bonus tambahan dan senyuman bahagia hanya dengan melihatnya. Bagiku,
itu sudah cukup. Aku yakin, setiap pekerja disana mulai dari tukang pel, tukang
cuci piring, tukang dekor, koki, EO, sampai designer akan merasa bangga pernah bekerja
untuk event tersebut. Yang membuatku
miris, justru melihat foto diatas. Jangan terpaku karena wajah cantik yang
mendominasi foto, tapi lihatlah ke backgroundnya.
Hah?? Baby sitter siapa itu? Aku
tidak tahu apakah foto itu diambil pada acara pernikahan tersebut atau di acara
lain, yang pasti aku mendapatkannya dari berita online yang kubaca. Kalau benar
foto itu diambil saat acara pernikahan nan mewah itu, betapa miris ku
melihatnya. Tidakkah kau berfikir demikian?? Saat semua orang berlomba-lomba
memakai gaun mahal dengan make up
tebal, dia pasrah saja memakai baju dinasnya dengan sendal butut tanpa make up. Kalo baby sitter itu punya si artis, tidakkah dia malu membawa baby sitter seperti itu ke acara mewah??
Tidak, maksudku disini bukan tampilan baby
sitter tersebut yang memalukan, tapi lebih bagaimana si nyonya
bertanggungjawab atas dirinya. Kenapa kau, nyonya, hanya peduli pada
penampilanmu saja? Tidakkah orang-orang disampingmu akan mengatakan, “ya Tuhan
untuk siapa dia bekerja?? Kenapa dia membawa orang berpenampilan seperti itu ke
acara semewah ini. Ohh lihat itu pengasuh anaknya! Yaa ampunn bagaimana mungkin
dia mempercayakan anaknya diasuh oleh orang seperti itu”. Sekali lagi,
kutekankan ini bukan salah si baby
sitter. Dia hanya menjalankan tugasnya. Tapi nyonya egois yang tak peduli
dengan penampilannya tak pernah mendadaninya. Baby sitter hanya tahu pekerjaannya menjaga sang anak tanpa peduli
kemana dia dibawa. Tidakkah sang nyonya merasa risih dan memberinya bedak
sehingga dia tidak terlihat kusam. Tidakkah si nyonya memiliki uang untuk
memberikannya sepatu, hingga kuku jari-jarinya yang kotor tidak terlihat. Bukankah
dia sudah menjadi keluarganya karena telah menjaga anaknya dan tinggal di
rumahnya??
No comments:
Post a Comment